Suatu sore ada seorang bapak, ibu, beserta kedua putri kembarnya sedang berbelanja di Swalayan. Belum usai memilih dan memilah barang, adzan Maghrib berkumandang. Seketika si bapak memberi kode ke anak dan istrinya agar segera membayar barang belanjaanya. Sayang, dua putri kembarnya masih asyik kesana kemari mencari jajanan yang diinginkannya.
Si bapak masih coba bersabar menunggu. Namun anak dan istrinya tak kunjung menuju meja kasir. Alhasil, bapak berjenggot tipis tersebut menghampiri sang istri sembari menyodorkan sesuatu. Ia pun lantas balik badan dan keluar dari Swalayan.
Selang beberapa menit kemudian, si ibu bersama dua anak kembarnya membayar barang belanjaan. Ibu menenteng dua kantong kresek besar, sedangkan kedua putrinya sama-sama memegang dan menjilati sepotong es krim.
Sesaat meninggalkan meja kasir, si Ibu pun berucap, “gara-gara kalian lama belanja, abi mesti jalan kaki ke Masjid untuk salat Maghrib.” Kedua putrinya yang masih berumur sekitar 6 tahun itu hanya nyengir. Tak menjawab apa-apa, dan terus menikmati es krim di setiap jilatannya.
Saya yang sedari tadi di dalam Swalayan, dan tepat berada di belakang antrean si ibu lantas bergumam, “mungkin ini salah satu praktik kecil dari konsep hablum minallah—hablum minannaas.”
Berjalan kaki menuju Masjid untuk menunaikan salat Maghrib berjamaah merupakan bentuk hablum minallah sang bapak. Sedangkan menyerahkan kunci motor kepada istri adalah wujud hablum minannas. Jelas sekali si bapak tidak mementingkan kepentingan dirinya sendiri. Ia tidak egois. Ia tak tega meninggalkan anak-istrinya begitu saja. Maka ia pun rela berjalan kaki ke Masjid, biar anak dan istrinya bisa pulang dengan kendarai motor.
Dalam hal ini, bapak tersebut telah melakukan dua kebaikan sekaligus. Allah-nya dapet, anak-istrinya juga dapet. Antara vertikal dan horisontal balance. Seimbang. Bukankah seimbang itu baik, aman, sekaligus menyehatkan?
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisa ayat 36).
Tentunya praktik-praktik kecil hablum minallah—hablum minannaas tersebut dapat kita terapkan dan perluas lagi skalanya dalam banyak segi dan lini kehidupan.
Gemolong, Mei 2021
Muhammadona Setiawan