Menu Close

Harapan, Keyakinan dan Kepastian

Dalam salah satu kesempatan, Mbah Nun pernah membahas perjalanan hidup manusia yang ia ibaratkan sebagai perjalanan menembus tiga lapisan langit. Uraian yang sederhana dari rangkaian peristiwa yang sebenarnya sukar dipahami secara langsung dan sering kali baru bisa dimengerti melalui pengalaman yang panjang. Mbah Nun seakan-akan menggambarkan apa yang setiap hari kita alami. Kita berangan, kita berusaha, lalu kita berharap hasilnya. Dari situlah muncul refleksi menarik tentang bagaimana kita menempatkan diri dalam hidup, di antara harapan, keyakinan, dan kepastian.

Langit pertama adalah ruang harapan. Semua orang pasti memiliki harapan tentang masa depan, pekerjaan, cinta, atau mimpi besar lainnya. Sebagian harapan berhenti sebagai fantasi, tetapi sebagian lagi bisa tumbuh menjadi nyata jika disertai ikhtiar, amal baik, dan kerja keras. Dari sinilah manusia bisa naik ke langit kedua yaitu keyakinan.

Di langit keyakinan, manusia merasa sudah memenuhi syarat, seperti belajar, berlatih, menempuh jalan yang rasional dan sungguh-sungguh. Keyakinan ini memberi energi untuk terus maju, walaupun hasilnya belum tentu sesuai dengan perhitungan kita. Masalahnya, kadang kita tergoda kembali ke langit pertama untuk berhenti di angan-angan, atau justru kebablasan merasa seakan-akan bisa menentukan segalanya. Padahal, kepastian sejati tidak pernah menjadi milik manusia.

Di situlah letak langit ketiga yaitu kepastian. Lapisan ini sepenuhnya adalah ranah Tuhan. Manusia bisa berharap dan berkeyakinan, tetapi kepastian akhir selalu berada dalam kuasa-Nya. Pertanyaannya, apakah kita akan tetap berjalan, bekerja, membangun, lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah dengan sabar dan tawakal? Bagaimana caranya agar kita tidak berhenti di mimpi, tidak tersesat dalam keyakinan yang keliru, dan tidak patah arang meskipun kepastian belum juga datang?.

(Redaksi Suluk Surakartan)

Tulisan terkait