Menu Close

Piyantun Luhur

 

Di negeri ini, ceramah-ceramah agama hampir disiarkan setiap hari. Dari berbagai golongan dan aliran keagamaan, masing-masing intensif menebarkan seruan kebaikan kepada khalayak ramai. Namun, seiring ramainya kegiatan semacam itu, dijumpai pula berbagai paradoks yang menjadi antitesis dari ajakan kebaikan yang disiarkan itu.

Tidak ada yang salah ketika ada seruan agar orang-orang berperilaku zuhud terhadap dunia. Tapi, ajakan perilaku zuhud ini menjadi kontradiktif ketika diadopsi anak-anak muda dan orang-orang di usia produktif untuk seharusnya menghasilkan karya yang bisa membuat mereka kaya dan memiliki pengaruh yang strategis untuk kemajuan masyarakat. Lalu mereka bermalas-malasan dan merasa cukup dengan apa yang diterima dengan alasan sedang menjalankan zuhud.

Padahal zuhud itu lebih tepat dijalankan oleh orang-orang yang berkelebihan harta yang hedonis, agar bisa mengelola hartanya dengan baik dan membelanjakannya untuk keperluan yang lebih efektif, baik untuk membuka lapangan kerja atau menolong orang-orang miskin di sekitarnya. Jika itu dijalankan oleh orang-orang yang berkelebihan harta, maka akan terjadi pemerataan kesejahteraan yang lagi-lagi keuntungannya selain bermanfaat bagi sekitarnya, juga akan kembali dirasakan si kaya itu juga.

Tidak ada yang salah pula jika ada ajakan agar orang-orang selalu menjaga amanah dan menepati janji. Tapi itu hanya akan menjadi basi ketika tidak diaktualisasikan dalam tindakan-tindakan yang riil. Salah satu cara penerapan yang efektif adalah dengan berdagang atau menjalankan bisnis. Banyak yang berpikir bahwa aktivitas ini hanya untuk mencari dunia dan sangat dekat dengan tempat setan, yaitu pasar. Tapi bukankah di sisi lain berarti bisa dipahami juga bahwa dengan kita berbisnis, ada serangkaian proses praktik riil bagaimana menjaga amanah dan menepati janji.

Saat berbisnis, ada ujian untuk menjaga amanah dari mitra yang menginginkan barang atau layanan yang baik dari kita. Bisakah kita memberikan barang yang sesuai dengan yang kita janjikan? Sementara kita juga dihadapkan pada iming-iming keuntungan yang besar, dengan mengurangi beberapa spek dari barang atau layanan yang kita janjikan tanpa disadari oleh si pembeli. Inilah salah satu perang dalam diri sendiri yang sangat nyata, apakah kita memenangkan diri kita untuk menjaga amanah dan menepati janji atau menyerah demi mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi.

Maka dari itu, pada dasarnya semua ajakan kebaikan yang kita dengarkan setiap hari adalah hal baik. Tetapi ia sering menjadi barang basi ketika kita tidak empan papan dalam menerapkannya. Dan lebih celaka lagi, kita hanya menjadikannya sebagai bahan obrolan dan perdebatan tetapi kita tidak menjalankannya secara aktual sebagai laku hidup kita. Termasuk barangkali kita sering muluk-muluk berbicara soal problematika negara ini, tapi kita kurang tandang untuk membereskan masalah-masalah hidup kita dan urusan paseduluran kita yang sesungguhnya lebih primer. Empan papan adalah kunci agar kita bisa menerapkan kebaikan dengan efektif dan mengenali “kebaikan semu” yang sering menipu kita. (YAP)

Tulisan terkait