Belakangan ini, pada beberapa kesempatan Mbah Nun mengajak jamaah maiyah melakukan analisis kepribadian dan komunitas melalui metodologi manusia nilai, manusia istana, dan manusia pasar. Pun demikian yang selama ini berjalan di agenda Suluk Surakartan. Sebuah upaya metani awake dhewe-dhewe dalam rangka menemukan presisi kehendak Sang Pencipta yang ditetapkan pada diri kita.
Kita telah melalui proses sinau bareng untuk mencerna konsep manusia nilai, manusia istana, dan manusia pasar serta bagaimana interelasi ketiganya ketika mewujud dalam setiap personal, yaitu pada diri kita masing-masing. Bagaimana pula ketiga komposisi itu mewujud dalam sebuah komunitas peradaban sehingga melahirkan tatanan manusia yang seharusnya, bukan seperti yang sekarang ini, yang didominasi oleh kapitalisme manusia pasar.
Ijtihad Mbah Nun tersebut mencoba mengantarkan kita pada jalan pencarian diri yang lebih presisi. Lalu kita luangkan hari-hari kita untuk menelaah potensialitas personal kita. Kita kaji ulang sejarah hidup kita. Kita uji ulang apa yang sebenarnya menjadi kecenderungan positif dari diri kita. Kita rangkai ulang puzzle-puzzle kenangan kita untuk menemukan sebenarnya apa tugas pokok yang kita emban dalam misi penciptaan ini.
Maka dari itu, apa yang perlu kita lakukan selanjutnya? Apakah tetap hanya menjadikannya pembicaraan terus menerus tanpa tindakan konkret di kehidupan kita alias kita cuma nggedebus ? Atau kita mulai memikirkan langkah-langkah apa yang bisa kita mulai setelah agak merasa lebih memahami apa yang menjadi titah Sang Pencipta kepada diri kita masing-masing? Mari mulai kita renungkan! (YAP)