Realistis adalah cara berpikir yang memperhatikan aspek realitas yang dihadapi dengan penuh manajemen/perhitungan dan sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki, berorientasi pada kenyataan yang dapat dihadapi dan dicapai.
Adapun paradigma manusia dalam melihat suatu realitas yang ada memanglah tidak sama, hal ini sangatlah wajar bila dilihat dari kemampuan intelegensi setiap manusia yang memang berbeda-beda. Oleh karena itu kemampuan intelegensi sangatlah penting dan dibutuhkan dalam melihat suatu realitas, agar data pengetahuan yang dimiliki menjadi “mental model” berpikir yang tepat dan efektif.
Kita perlu cermat mengamati sesuatu, bereaksi dan menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat terhadap pengalaman baru, menjadikan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki dapat membentuk “realitas diri” yang siap untuk dipakai apabila dihadapkan pada realitas yang ada.
Kebingungan yang pada umumnya terjadi dalam realitas kehidupan manusia adalah anggapan tentang benar dan salah, bahkan seringkali terbolak balik sesuai sudut pandang dan relatifitas apa yang dihadapi. Bukan tanpa alasan mengapa banyak manusia bingung akan hal tersebut, bisa jadi karena sejak kecil sudah disuguhkan doktrin-doktrin yang pada akhirnya mengakar dalam akal budinya.
Seperti contoh “harus sekolah agar kita pintar, bisa hidup lebih baik dan dapat pekerjaan yang layak”, seakan hal ini sudah mencukupi kewajiban menuntut ilmu secara sepenuhnya dan “kafah”, padahal hal ini jelas tidak menjamin. Secara tidak langsung ketika kita tidak bersekolah, maka kita seolah “gugur” dalam menuntut ilmu dan kehidupan.
Doktrin-doktrin yang dihadirkan ketika di sekolah, seringkali tidak selaras dengan realitas yang ada. Bekal kacamata untuk melihat dunia pun, tidak cukup terang untuk siswa melihat kenyataan di depan matanya, alhasil ketika beranjak dewasa pikiran yang ada hanyalah doktrin-doktrin (pengetahuan data) dan bukan “ilmu pengetahuan” tentang menghadapi realitas kehidupan yang apa adanya. (AF)