Melihat kebelakang dalam dua dekade ini, peradaban kita mengalami kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat, hal ini berbanding lurus dengan mudah dan cepatnya akses yang dapat dilakukan oleh manusia, kemajuan tersebut yang akhirnya menyebabkan banjir informasi pada era modern saat ini.
Di masa sekarang apabila kita tidak mempunyai kehati-hatian dan tidak memiliki kewaspadaan atau filter atas informasi yang ada, bisa jadi kita akan terbawa arus atau kintir bahkan tenggelam dalam banjir informasi yang begitu besar.
Di maiyah kita sering belajar untuk terus menerus mengasah kewaspadaan itu agar dapat mengoptimalkan kemandirian berfikir dan filter dalam diri dari segala informasi yang masuk. Oleh karena itu hal ini sangatlah penting untuk manusia modern saat ini.
Konsistensi maiyah melakukan pertemuan setiap bulannya untuk sinau bareng, juga dapat meminimalisir salahnya informasi yang membanjiri fikiran kita. Ruang yang besar bagi para pelaku maiyah untuk melakukan pertukaram informasi dan data yang dapat didiskusikan untuk sama-sama belajar.
Maiyah tetap bertahan dengan konsep sinau bareng yang setiap manusianya dapat menjadi guru dan menjadi murid, hal ini dapat membangun silaturahmi dan suasana belajar yang penuh cinta.
Hal semacam ini sulit didapatkan manakala kita tidak bertemu secara langsung. Muatan keceriaan, kebersamaan, duka, tangis dan cinta dirasa kurang komplit jika tidak ada pertemuan.
Itu juga yang di lakukan Suluk Surakartan untuk tetap menjaga manfaat dari indahnya pertemuan. Terhitung dari edisi pertama sampai edisi 59 kali ini adalah bukti ikhtiar tiada henti untuk terus berproses dan bersilaturahmi dengan para pembelajar lainya.
Dalam proses berjalanya Suluk Surakartan lahir dari kemurnian dan keistiqomahan dari nilai-nilai yang sudah diajarkan dalam Maiyah yang selalu memegang Min haitsu la yahtasib di setiap prosesnya, atau jika kita meminjam kalimat dari Mbah Nun dalam bahasa jawanya yaitu Ndilalah kersaning Allah.
Memang butuh waktu yang panjang untuk menyelesaikan semua urusan yang mengharap-harap seperti itu, namun dengan memetik pelajaran dari setiap perjalanannya hingga usia 6 tahun ini semoga bisa tetap menjadi kuda-kuda atau semangat Suluk Surakartan untuk lebih beristiqomah berkumpul menggali nilai-nilai sumur Maiyah. Mari berkumpul, merajut dan “Ngenam Katresnan” bersama-sama.