Secara bahasa, Maiyah bermakna kebersamaan. Secara istilah ia merupakan kata kerja: berkumpul untuk sinau bareng (belajar bersama). Tapi juga bisa sebagai kata benda, yakni (1) forum sinau bareng, dan (2) komunitas sinau bareng, yang digagas dan bangun oleh Mbah Nun. Sedangkan maiyahan adalah kata berimbuhan dalam bahasa Jawa. Kalau di-Indonesia-kan menjadi bermaiyah. Artinya, melakukan kegiatan Maiyah. Pemaknaan ini menurut penulis pribadi, dengan dasar pembacaan makna bahasa dan pembacaan praktik di lapangan. Di luar pemaknaan ini, sangat mungkin ada makna-makna lainnya.
Maiyahan yang berlangsung selama ini dominan dilakukan pada malam hari. Mulai sekitar pukul 21.00 sampai lewat tengah malam. Ini adalah jam tidur umumnya orang.
Kalau jam tidur digunakan untuk berkegiatan, konsekuensinya ada dua. Pertama, waktu tidur digeser, dan kedua, durasi tidur dikurangi. Jamaah Maiyah berhak memilih satu dari keduanya. Bebas, sesuai kemaslahatan yang bersangkutan.
Masing-masing pilihan pastinya mengandung risiko. Kali ini kita akan berfokus pada pilihan pertama, menggeser waktu tidur. Euforia maiyahan bagi sebagian jamaah Maiyah membuat hari esoknya jadi tidak termanfaatkan dengan efektif karena tersita untuk tidur.
Ilmu dan Amal
Dalam Islam, ibadah-ibadah ritual seperti shalat dan puasa bukanlah kegiatan simbolik semata. Menegakkan shalat adalah menerapkan muatan ritualnya di dalam kegiatan di luar shalat. Begitu juga puasa dan lainnya.
Demikian pula maiyahan. Ia bukan sekadar euforia. Ini merupakan kegiatan thalabul ilmi yang klik-nya adalah dengan amal. Menerapkan nilai dan hikmah dari maiyahan dalam kehidupan di luar forum. Ilmu adalah alat. Ia bermanfaat jika digunakan. Kalau disimpan saja, sia-sia.
Ketika malam kita sudah sangat bermanfaat dengan ikut maiyahan, pertanyaannya adalah bagaimana dengan pagi hingga sore kita?
Sembari ngopi dan udud, mari kita berbagi pandangan dan pengalaman tentang ini! Sampai ketemu malam Sabtu.
(Ibudh)