Menu Close

Prasangka Baik

Prasangka baik adalah sikap yang mengajarkan kita untuk memandang dunia dengan nilai-nilai positif dan penuh optimisme. Dalam kehidupan sehari-hari, pandangan ini memungkinkan kita untuk melihat kebaikan di tengah segala tantangan. Ini bukan hanya soal menilai orang lain dengan baik, tetapi juga tentang bagaimana kita menerima dan mengelola hidup dengan cara yang lebih luas, bermakna dan penuh harapan. Sikap ini sejalan dengan “Tetrapharmakos” dari Epicurus, yang menekankan pentingnya ketenangan batin dan kebebasan dari ketakutan, dua hal yang sangat relevan dalam menjalani hidup yang penuh tantangan seperti di Indonesia.

Ketika memakai kaca mata ini, sebenarnya kita sedang memilih untuk hidup dengan optimisme. Sikap ini dapat meningkatkan kesejahteraan mental dan fisik, membantu kita untuk tidak terjebak dalam kecemasan atau stres. Di Indonesia, negara dengan keragaman budaya dan tantangan sosial yang kompleks, prasangka baik juga menjadi kunci dalam memperkuat persatuan dan keharmonisan. Sikap ini juga berperan penting mengajak seluruh komponen masyarakat negara untuk tidak mudah menyerah, tetapi justru mencari titik keyakinan akan nasib baik negara ini di masa depan, walaupun dengan problema kompleks pemerintahan saat ini.

Prasangka baik juga melampaui sekadar hubungan antar-individu; ia mencakup pandangan hidup yang lebih luas. Dalam konteks bernegara, sikap ini menjadi landasan bagi optimisme dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih baik. Kita bisa lebih percaya pada potensi bangsa dan berkontribusi dalam menciptakan lingkungan sosial bernegara yang lebih maju. Sikap ini mendorong kita untuk berperan aktif dalam memperbaiki keadaan, alih-alih terjebak dalam pesimisme yang dapat melemahkan semangat.

Namun, sikap ini tentu harus diimbangi dengan kebijaksanaan dan kewaspadaan. Kita harus tetap kritis dan tidak mudah terbuai oleh ilusi. Prasangka baik yang bijak adalah tentang menemukan keseimbangan antara optimisme dan realitas, antara harapan dan tindakan nyata. Dengan demikian, kita tidak mudah hanyut pada yang terlihat dan terucap.

Sepertinya 10 tahun ini cukup, mari kuatkan kuda-kuda dan sampai bertemu di Suluk Surakartan edisi Agustus.

Tulisan terkait