Menu Close

Kunang-Kunang

“Orang Maiyah terang dalam kegelapan, kaya dalam kemiskinan.”

Kalimat itu tertulis di sampul salah satu buku Mbah Nun, menemani perjalanan bagi mereka yang menempuh hidup dan menambal kekosongan makna yang telah dialami. Dalam buku itu juga tertulis, “Orang Maiyah adalah orang hidup yang menghidupi kehidupan dengan tuntas menjalaninya, merenunginya, menghayatinya, menangisinya, dan menertawakannya.” Ada sesuatu yang terasa begitu dalam di sana, terutama pada kalimat yang terdengar begitu berani: tuntas menjalani.

Kunang-kunang tak mencari-cari cahaya di luar dirinya. Ia justru menemukan maknanya saat kegelapan datang. Cahayanya temaram, nyaris tak terlihat dalam kuasa terang, tetapi cukup untuk menandai keberadaannya dalam kegelapan. Ia tidak berambisi untuk bisa menerangi dunia, tidak kemrungsung apalagi cemas walaupun berhadapan dengan kegelapan yang begitu luas, karena ia cukup tau peran cahaya kecilnya, bagi dirinya sendiri dan mereka yang kebetulan menyadari keberadaan dan keindahannya.

Sering kali kita terjebak dalam kekaguman cahaya dari luar, lupa bahwa ada nyala kecil di dalam diri kita sendiri. Kita tidak harus menjadi matahari yang menyilaukan. Cukup menerima kegelapan sebagai ruang untuk berpendar, sekecil apa pun cahayanya, cukup untuk berjalan, cukup untuk memahami, cukup untuk mengingatkan bahwa ia ada. Maka, dalam dunia yang semakin gelap, apakah kita memilih untuk menyelam ke dalam diri untuk menyalakan cahaya itu? Meskipun kecil ia tetap setia pada dirinya dan pada apa yang telah Tuhan titipkan.

(Redaksi Suluk Surakartan)

Tulisan terkait