Kira-kira genap satu tahun Maiyah Solo berjalan mencoba ikut memberi warna pada dunia yang luas ini. Jika berpijak pada ukuran luasnya dunia, sesungguhnya Maiyah Solo sangatlah kecil. Tetapi kalau diukur dengan warna-warna yang dihasilkan, mungkin cukup banyak spektrum varian warnanya, meskipun kebaikan dan keindahan yang telah ditaburkan masih terbilang belum seberapa besar.
Usia satu tahun ini Maiyah Solo terus berupaya untuk ikut mentadaburi pemikiran-pemikiran dan ikhtiar-ikhtiar yang sedemikian rupa ditelurkan oleh Cak Nun bersama Jannatul Maiyah demi kebaikan bersama. Hingga akhirnya pada titik lahir simpul kecil ini ingin mendeklarasikan dirinya, yang bernama Suluk Surakartan. Nama pemberian langsung dari Cak Nun ini coba diupayakan untuk ditadaburi maknanya dari berbagai sudut pandang. Dari sisi makna literer, histori sampai dengan cita-cita semua telah diukur sedemikian rupa. Sehingga beban nama yang sarat makna ini akan selalu diukur agenda berikut aktifitasnya.
Pada mulanya, aktifitas Suluk Surakartan berangkat dari komitmen beberapa orang yang melingkar kecil nyinauni Maiyah. Beberapa orang yang merasa perlu ada sebuah cara berpikir baru ditengah kondisi Solo yang heterogen, cukup banyak varian-varian pemikiran ekstrim kanan maupun ekstrim kiri, yang berpotensi menimbulkan konflik dan gesekan-gesekan. Cara berpikir yang sanggup ngemong semua pihak dan karakter. Cara berpikir yang sanggup merangkul siapa saja, yang menyuguhkan kebaikan, keindahan, dan kemesraan kepada sesama makhluk Tuhan. Yang memancarkan kasih sayang yang dibutuhkan dan diterima oleh semua warna, semua golongan, semua kecenderungan.
Dan bermodal cinta kepada Maiyah, juga rasa saling percaya orang-orang di dalamnya, forum kecil ini terus tumbuh hingga menjadi majelis yang cukup besar dengan tetap berupaya menjaga ruh Maiyah yang ada. Segala pembahasan, setiap persoalan, ilmu, dan pengetahuan, seolah hampir semuanya pernah dibicarakan, minimal ingin dikuasai dan dikemukakan. Dan dari rahim Suluk Surakartan ini, sebuah grup musik Selaksa juga ikut menjadi kabar gembira pada perjalanan simpul selama satu tahun ini.
Kelahiran Suluk Surakartan sejatinya sangat jauh jika dibandingkan lahirnya Maiyah, dan simpul-simpul Maiyah lainnya. Namun usia belia ini bukan berarti menjadi sebuah ukuran ketertinggalan Suluk Surakartan untuk ikut menapak tilas ilmu-ilmu yang sejati. “Aku ini sedang napak tilas Ilmu Sejati….” Kata Markesot suatu hari. Meskipun sampai hari ini, tidak ada jaminan ilmu-ilmu sejati itu sudah bisa dikuasai.
Walau begitu, abstraksi ilmu yang sejati sendiri oleh Suluk Surakartan akan terus menerus coba digali, melalui majelis rutin yang dijalani. Seperti apakah sebenarnya ilmu yang sejati? Dimana mencarinya dan bagaimana menemukannya? Melalui pertemuan ke-16 bulan ini, Mas Sabrang Mowo Damar Panuluh akan mengajak kita menapak tilas, yang selanjutnya bisa kita maknai, kita tadaburi, kita amalkan sehingga marwah dari Jannatul Maiyah sendiri tetap ada dalam setiap langkah, aktifitas maupun nafas perjuangan.
Rahayu…
Soleh Febriyanto