Menu Close

Oglangan Akale

Berkonsentrasi dengan kehidupannya masing-masing. Merunut pada pertemuan maiyah Mocopat Syafaat Juli 2017, sempat terlontar bahwa Maiyah sempat menyindir dirinya sendiri. Terlalu sibuk dengan data-data level negara maupun jaringan kapitalis dunia tapi jangan sampai lupa memberdayakan kedaulatan diri sendiri, keluarga dan orang-orang terdekatnya. Termasuk perekonomian yang berdampak pada perbaikan kesejahteraan taraf hidup. Dan dari sana seperti yang diutarakan Mas Sabrang, konteks kata ‘adil’ dalam tujuan keadilan sosial tidak berarti semua orang sama-sama kaya, melainkan adil dalam hal kesempatan pada setiap orang. Sehingga monopoli, konglomerasi, korupsi bisa kita musuhi bersama karena telah menutup kesempatan bagi orang lain.

Berkonsentrasi dengan kehidupan masing-masing bisa berarti juga berkonsentrasi kepada hal-hal kecil yang setiap saat bersinggungan dengan kehidupan nyata kehidupan jamaah maiyah seperti kehidupan manusia-manusia Indonesia umumnya. Tarif dasar listrik naik tapi tiba-tiba mati lampu. Tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima. Setidaknya sudah ada lilin sebagai penggantinya. Pegang gawai/gadget setiap saat. Panik saat kuota data internet habis. Tapi tidak bisa membedakan mana berita yang asli sesuai kenyataan, mana berita hoax hasil olahan orang-orang yang tidak kita ketahui berapa persen keaslian berita itu. Bahkan berita itu dibagi-bagikan secara serampangan. Getol berbicara pendidikan, keunggulan-keunggulan program sekolah, tapi belum benar-benar menemukan titik kesimbangan bagaimana menerapkan ilmu-ilmu yang didapatkan di sekolah dalam kehidupan sehari-hari di masa mendatang. Hal-hal yang masuk ke dalam keseharian kehidupan keluarga-keluarga jamaah maiyah ini menjadi pemantik sekaligus cermin diri. Bagaimana sebaiknya bersikap di jaman yang seperti ini.

Maka pada pertemuan maiyah Suluk Surakartan kali ini mengangkat tema ‘Oglangan Akale’. Dalam setiap tema, maiyah Suluk Surakartan mencoba menggunakan istilah-istilah yang akrab dengan keseharian masyarakat Solo dan sekitarnya. Kata ‘Oglangan’ berarti matinya arus listrik. Bahasa yang lain menyebutnya dengan ‘mati lampu’. Karena sudah terbiasa dengan dengan fasilitas listrik dari negara yang setiap hari on terus. Maka ketika terjadi oglangan, menjadi gelaplah pengetahuan kita. Kembali meraba-raba apa yang ada. Mencoba melangkah dengan lebih hati-hati. Siapa tahu nanti ketabrak lemari. Yang tua melindungi anak-anaknya dari ketakutan akan kegelapan. Yang muda memberanikan diri mencari lilin dan korek api. Daya dan upaya dikumpulkan setelah sebelumnya mengekspresikan diri dengan sedikit kekecewaan.

Oglangan berarti yang sebelumnya menyala-nyala kemudian redup bahkan mati. Yang sebelumnya terang penuh cahaya berubah menjadi gulita kegelapan. Yang semestinya bisa melakukan aktivitas menjadi berdiam diri saja dan mengutuki keadaan.

Maka melalui mukadimah singkat ini, jamaah maiyah Suluk Surakartan mengajak dirinya sendiri untuk setidaknya tidak oglangan akale. Meski gelap menerpa, setidaknya masih berfungsi akal kita. Akal yang paling tidak bisa menjadi salah satu fasilitas untuk memahami dan mendalami apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan diri kita, keluarga kita, dan orang-orang di sekitar kita, Apa yang sebenarnya sedang mengepung kedaulatan diri kita. Apakah tetap setia menjadi pengutuk keadaan, dan memelihara ketakutan terhadap kegelapan? Atau memilih untuk melangkah meski dengan pengetahuan dan ilmu yang terbatas dan meraba-raba adakah lilin-lilin atau lampu teplok, senter sebagai penerang sementara di sekitar kita.

Tapi jangan lupa, ketika oglangan selesai, ekpresikan rasa syukur sewajarnya. Alhamdulillah.

Mari sinau bareng pada:

Hari Jumat Wage

Tanggal 28 Juli 2017

Pukul 20.00 WIB

Di Rumah Maiyah Solo, Jalan Tanjunganom No. 11, Grogol, Sukoharjo

Tulisan terkait