Bambang, salah seorang penggiat Suluk Surakartan, menjawil Wasis lalu kemudian mengajaknya untuk menemui seorang bapak-bapak yang duduk di sudut belakang ruangan yang digunakan untuk maiyahan malam itu, Edisi ke 48, 24 Januari 2020. Bapak-bapak yang berusia sekitar 50an ke atas, bersama istri, dan anak-anaknya. Ada apakah gerangan?
Rupanya bapak tadi baru pertama kalinya datang ke majelis Suluk Surakartan, dan mengira kalau majelis Suluk Surakartan ini dihadiri rutin oleh Cak Nun. Kemudian oleh Wasis, yang diamanati sebagai Koordinator Penggiat Suluk Surakartan, sedikit menjelaskan tentang majelis Suluk Surakartan ini. Terbersit raut muka sedikit kecewa dari bapak itu ketika mendengar bahwa forum ini ternyata tidak seperti yang disangkanya, yaitu yang selalu dihadiri rutin oleh Cak Nun. Tapi mau gimana lagi, berhubung sudah di lokasi dan acara baru akan dimulai, mungkin mau langsung pulang juga tidak enak, maka alhamdulillah bapak beserta keluarganya tersebut tetap bertahan sampai tengah malam. Dan doa saya, bapak tersebut semoga akan datang lagi bulan depan, minimal terhibur dan terkesan dengan wayang goleknya Ki Riwus yang membuka acara malam atau karena merdunya suara mas Wakijo.
Malam itu sungguh diberkahi dan langka, karena dihadiri Ki Riwus, Wakijo, dan teman-teman penggiat simpul dari Sub Region 6 (Solo, Jogja, Magelang, Kulonprogo, Wonosobo), dan juga dihadiri salah seorang penggiat “antar dimensi”, karena energinya yang melimpah ruah sehingga aktif di Gambang Syafaat Semarang, Kalijagan Demak, dan Semak Kudus. Untuk teman-teman penggiat ini sudah hadir sejak sore untuk forum Silatsub (Silaturahmi Sub Region).
Highlight saya malam itu tertuju pada adek-adek kecil yang asyik menyimak, padahal waktu sudah menunjukkan tengah malam. Tidak ngantuk, tidak angop, dan mereka itu jan-jane ki mudeng tentang apa yang diobrolkan oleh mas-mas, om-om, yang ada di depan itu? Kalau menurut Mbah Nun di sebuah acara Mocopat Syafaat, di maiyahan itu tidak harus langsung paham, karena di maiyahan itu ada yang datang untuk sekedar menikmati atmosfirnya maiyahan. Mungkin hari ini adek-adek tersebut belum paham, tapi siapa tahu dua atau lima tahun atau sepuluh tahun lagi baru ngeh tentang apa yang diobrolkan. Lha wong yang dewasa kayak saya ini saja belum tentu paham kok, butuh waktu sehari dua hari baru bisa teriak EUREKA!! hahaha..
Bagi yang belum tahu kata Eureka, ini adalah teriakan kegirangan Archimedes (ilmuwan Yunani) yang artinya dalam bahasa Inggris “i find it”, kalo dijawakan kurang lebih “buajiguuurrr, aku mudeng!”. Karena momentumnya saat itu tanpa sengaja menemukan sebuah teori baru, yang dikenal dengan teori Archimedes. Saat ia masuk ke dalam bathtub, sejumlah air tumpah dari bak berendamnya, yang ternyata jumlah beratnya sama dengan berat tubuhnya, yang aplikasi teori ini nanti salah satunya di kemudian hari menjadi Kapal Selam. Untuk itulah sebaiknya teman-teman datang ke majelis maiyahan dulu, silaturahmi, sambung paseduluran, urusan paham atau nggak paham itu belakangan, karena semuanya tinggal menunggu momentum Eureka.
Di akhir acara, ada bagi-bagi berkah jenang sungsum (yang benar nulisnya sungsum atau sumsum?) bentuk rasa syukur mas Tomi pemilik kedai Gulo Jowo. Rasa syukur mas Tomi begitu mendengar kabar Mbah Nun sudah sembuh. Saya kontak dengan mas Tomi itupun juga tanpa sengaja, saat saya iseng komen fotonya di sebuah platform media sosial, lalu dia bertanya tentang kondisi mbah Nun yang (mungkin dia mengira masih sakit). Lalu saya jawab sudah sembuh, bahkan sudah keliling lagi bersama Kiai Kanjeng. Kemudian dia bertanya lagi, acara Suluk Surakartan kapan? Saya jawab, besok Jumat itu mas (24 Januari 2020). Alhamdulillah ternyata kegembiraan dan rasa syukur mas Tomi diwujudkan dengan mempersembahkan jenang sungsum untuk jamaah Suluk Surakartan, sungguh awal tahun 2020 yang menarik. Maturnuwun mas Tomi, semoga Gusti Allah membalas dengan kebaikan yang berlipat-lipat. (Agung Pranawa)