Beberapa Jamaah Masyarakat Maiyah Suluk Surakartan sudah terlihat hadir malam ini, tepat pada malam sabtu pahing, 26 November 2021. Edisi yang penuh “inggrang-inggring” untuk disepakati berjalan, karena sama-sama kita ketahui, kondisi masih dalam masa pandemi covid-19, dimana setiap “hal” masih dalam pembatasan tertentu.
Tema yang diangkat pada edisi kali ini adalah “Harmoni”, sebenarnya tema ini adalah tema yang diusung pada edisi yang tertunda sekian bulan yang lalu, tentu masih dengan niat yang sama pada malam ini, yaitu memulai lagi pertemuan cinta, menyimpul dan melingkar dalam Maiyah Suluk Surakartan. Kerinduan teman-teman jamaah tentunya mulai memuncak, terlihat pada antusias penggiat dan jamaah yang mulai berdatangan dan menunggu forum dimulai.
Setelah 2 tahunan lebih menahan rindu dan berpuasa untuk saling menjaga kestabilan diri dan masyarakat menghadapi pandemi. Akhirnya pada malam hari ini kembali teraliri air yang sejuk pengobat dahaga yang telah sekian lama tertunda.
Acara dibuka oleh moderartor yaitu Mas Ahmad Abdul Khaq dan diawali dengan sholawat alfa salam yang dilantunkan bersama sembari diiringi oleh hadrah dari teman-teman penggiat.
Pertemuam malam ini banyak sekali dihiasi diskusi yang asik untuk disimak, dimulai dari penulis yang sedikit mewedar makadimah untuk pengantar diskusi yang bisa dibaca lagi oleh teman-teman di web resmi Suluksurakartan.com. Melalui konsep analogi tentang Harmoni yang mencoba dibawa dan dimaknai dalam kehidupan.
Beberapa ringkasan diskusi yang terjadi malam ini:
Mas Samsul memulai diskusi harmoni dalam lingkup keluarga. Yang semestinya dalam keluarga memiliki dan faham akan peran dan tugas masing-masing, agar dalam keluarga mampu mencapai suatu harmoni.
Dilanjutkan oleh Mas Iqbal memiliki beberapa pertanyaan yang salah satunya adalah “apakah harmoni adalah suatu realita atau hanya kiasan saja?”. Salah satu respon menarik datang dari Mas Umar yang ikut asik dalam diskusi, menjawab bahwa “harmoni itu realita, karena memang bisa dicapai, adapun untuk mencapai harmoni ada beberapa hal yang harus dipetakan, termasuk tujuannya dulu”. Karena memang sangat luas pembahasan, akhirnya pewedaran mulai di beri konteks dari objek yang berbeda-beda dan dikerucutkan di hal-hal tertentu.
Mas Abbas melempar pertanyaan untuk didiskusikan berkaitan dengan komunitas “apakah terjadi harmoni dulu baru ada Suluk Surakartan, atau malah sebaliknya?” Disini Pak Ranto ikut urun pendapat, bahwasanya “dalam komunitas yang terjadi adalah harmoni dulu baru muncul kesadaran kemudian diwadahi, seperti pada contoh Suluk Surakartan”.
Dalam sela diskusi tentu ada sejenak refresh dengan bernyanyi, Mas Hananto yang ikut maju untuk menyumbang lagu dan diiringi gitar oleh Mas Indra yang baru saja hadir. Jamaahpun ikut menikmati bersama musik yang dihadirkan di sela diskusi, sambil memakan snack dan kopi yang sudah tersedia.
Tambahan yang cukup banyak dipaparkan oleh Mas Indra, dari literatur sejarah seperti awal penggunaan kata harmoni dan digunakan seperti yang ditemukan kata dalam Kitab Injil sebagai salah satu contoh. Dalam sudut pandangnya harmoni bisa diartikan juga sebagai sinergi.
Menyambut pemaparan Mas Indra yang lumayan panjang, Mas Yus mulai ikut dalam diskusi dengan pertanyaan yang berorientasi tentang hermoni yang terjadi ditingkat RT, tentu jawaban hampir sama dengan komunitas yang diawal diskusi, kembali lagi lingkupnya semakin besar akan semakin kompleks untuk mencapai suatu harmoni.
Mas Ibudh juga merespon tentang diskusi yang sedang berlangsung, poin pentingnya adalah “harmoni terjadi bukan hanya antar manusia tapi juga hewan, tumbuhan dan alam semesta, bahkan yang sebenarnya berpotensi merusak harmoni adalah manusia itu sendiri”.
Dimalam yang semakin larut Pak Munir juga ikut memberi respon tentang diskusi yang sedang berlangsung, adapun salah satunya “bahwa Harmoni adalah Sunatullah, seperti pada alam semesta yang sudah terjadi”.
Sampai dipenghujung acara kita pun hikmat melantunkan shohibbul baity bersama-sama.
Alan Fatoni