Bertempat di pabrik kayu, Kwarasan, Grogol, Sukoharjo, Suluk Surakartan kembali menghelat diskusi. Diskusi yang bertajuk “Kelangan Teken” yang merupakan edisi ke-62 tersebut dimulai sekitar pukul 21:30 WIB. Seperti pada beberapa pertemuan sebelum-sebelumnya bahwa sinau bareng ini sering dihadiri oleh sesepuh kita semua yaitu Bapak Asad Munir yang sekaligus pemilik pabrik kayu yang kita tempati untuk melingkar dan sinau bareng. Ada juga beberapa jama’ah dengan usia kepala dua yang masih eksis dan istiqamah melingkar bersama.
Karena waktu sudah melebihi dari jadwal yang sudah ditentukan, sambil menyulut satu batang rokok Pak Munir membuka sesi diskusi santai dengan melempar pertanyaan kepada jamaah mengenai kelangan teken. “Menurut pendapatmu kelangan teken iku sing koyo pie?”, seketika semua jamaah hanya pringas-pringis memikirkan jawaban mereka masing-masing. Secara bergilir dari selatan Boim menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Pak Munir “menurut pendapat saya, dalam konteks narasi pada mukadimah, kelangan teken itu seperti halnya kehilangan panutan, dan kalau berbicara mengenai kata “panutan” itu mempunyai arti yang cukup luas. Mungkin kalau yang saya rasakan di kampung itu seperti contoh kurangnya sosok yang dianut dalam hal kebijaksanaan, karena banyak di kampung saya itu orang berilmu tapi kurang bijaksana”. Kemudian jawaban berlanjut sesuai arah lingkaran “mungkin kurang lebih sama apa yang dikatakan Boim, hanya contohnya saja yang berbeda, kalau saya merasa kehilangan Mas Khaq ketika berada di lingkaran/ perkumpulan saya hahaha” kira-kira seperti itu jawaban Danu.
Pak Munir menyambung dengan memberikan pertanyaan sebagai pemantik diskusi yang lebih luas. “Kiro-kiro sopo sing kudune kelangan teken? Atau sopo sing luwih pantes kelangan teken?”. Kemudian diskusi semakin melebar tetapi dirasa asyik untuk diselami bersama.
Selanjutnya, pada pertengahan sesi diskusi muncul pertanyaan yang dilontarkan dari jamaa’ah lain. Andi yang mempunyai tanggung jawab sebagai ketua karang taruna belajar bagaimana menjadi pemimpin yang baik. Bukan tanpa sebab, bahwa menjadi sosok yang dianggap penting dalam berjalanya sebuah perkumpulan adalah tanggung jawab yang sangat besar. Ada potensi disalahkan dan dianggap kurang bijak dalam memimpin. Dan itu menjadi kegelisahan yang selalu terbayang-bayang dalam benak Andi.
Setiap jama’ah mempunyai keresahan masing-masing pada tiap perjalanan hidupnya. Dan dirasa “mumpung” ada pembahasan yang berhubungan dengan problematika hidup, maka jama’ah memberanikan diri untuk bertanya dan saling memberberikan alternatif solusi menjadikan malam itu terasa harmonis dan hangat.
Berbeda dengan biasanya, diskusi kali ini tidak bisa dihadiri oleh Alan Fatoni yang biasanya bertugas sebagai moderator dikarenakan nenek buyutnya telah berpulang ke Rahmatullah. Semoga almarhumah mendapat tempat yang terbaik disisi Allah Sang Maha Pengasih. Meskipun begitu tidak mengurangi antusias jamaah lain untuk hadir dan tetap berjalan istiqamah.
Guyonan-guyonan berbalut ilmu selalu dilontarkan jama’ah dalam menyegarkan suasana. Semakin malam jama’ah semakin mesra menerima taburan cahaya-cahaya ilmu yang diturunkan langsung oleh Tuhan Sang Maha Ilmu.
Segala yang diperoleh semoga menjadi pancaran cahaya dan pendaran hidayah yang dibawa pulang untuk ditadabburi oleh masing-masing jama’ah. Kira-kira pukul 24:00 diskusi ditutup dengan ucapan alhamdulillah sebagai wujud rasa syukur terhadap segala sesuatu yang telah Tuhan berikan kepada kita semua. (BB)