Menu Close

Merasa Untung Padahal Bakbuk

Usai merefresh jiwa pada siangnya dengan jumatan, sejumlah jamaah Maiyah melingkar seperti biasa di malamnya, Jumat (23/06/2023) di TJA. Mereka membincangkan perekonomian yang melekat di keseharian.

Usai melantunkan sholawat alfa salam sebagai ritus rutin di awal forum Suluk Surakartan, diskusi santai namun berisi dimulai. Seperti biasanya, Alan yang bertindak sebagai moderator memberikan sedikit pengantar. Jamaah menyimak dengan respon fikiran yang otentik dan beragam. Karena pengalaman hidup mereka beragam.

Pembahasan ekonomi kali ini mengambil cerminan dari tiga terminologi, yakni judi, puasa, dan shalat.

Kata judi bukan berarti aktivitas permainan dengan taruhan seperti yang digelar di rumah orang mantu di tahun 90-an. Judi di sini mewakili maksud bahwa di kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan pada misteri, ketidakpastian.

Puasa juga bukan berarti ritual ibadah di bulan Ramadhan dengan tidak mengasup makanan dan minuman di saat matahari tampak. Puasa di sini bermakna menahan diri dari bertindak yang menyebabkan kerugian.

Dan shalat yang dimaksud di sini adalah menjalani hidup dengan konsistensi, keteraturan, kecermatan.

Dalam berekonomi, sering kali kita tanpa sadar melakukan ketidakbijaksanaan. Hanya jalan saja tanpa perhitungan dan pencatatan. Serta menahan diri dari keterbuangan resource yang berlebihan. Demikian pun dalam berbisnis.

Jadi catatan penting khususnya dalam berbisnis, seperti digarisbawahi oleh Dika, bahwa karena tanpa pencatatan, keuntungan dagang yang terasa besar, sebenarnya hanya sekian persen saja. Atau bahkan bisa jadi malah bakbuk.

“Kalau dihitung dengan benar, keuntungan kita itu cuma sekian persen saja,” papar dia.

Hingga tengah malam tiba, forum ditutup, tapi obrolan masih sejenak berlanjut. Lalu wajah-wajah beranjak dari tikar yang digelar. Menatap arah rumah masing-masing. Cerah, menandakan harapan hari depan yang lebih bergairah. []

Tulisan terkait