Menu Close

Menghindari Pikiran Cupet

Pada hari Jumat, 27 Oktober 2023, pukul 20.00 WIB, Simpul Maiyah Suluk Surakartan berkumpul untuk melingkar bermaiyah. Acara diawali dengan doa untuk para guru atau marja’ maiyah serta seluruh komponen yang menopangnya selama ini, dilanjutkan pembacaan dzikir, tahlil, dan sholawat yang dipandu oleh Mas Hasan yang bersambang hadir dari simpul Jimat Klaten.

Moderator acara, Alan Fatoni, dengan transisi mencoba mencairkan suasana, membuka acara dengan menyapa seluruh jamaah yang hadir. Sebelum pembahasan ke tema, moderator mempersilahkan salah satu jamaah yang ternyata baru saja pulang merantau dari Korea Selatan untuk memperkenalkan diri, “nama saya Ridwan, asal Sragen, aktif berMaiyah di simpul Tongil Korea Selatan”, jamaah yang lainpun menimpali pertanyaan yang kaitannya dengan kegiatan dan pekerjaannya di sana.

Masuk pada sesi diskusi, Andi melambari pembahasan dengan memaparkan mukadimah yang sudah ditulis sebalumnya dengan tema “Cupet”. membahas fenomena “cupet” atau pemikiran pendek yang salah satunya berakibat pada kasus yang tengah hangat, yaitu kasus bunuh diri anak muda belakangan ini. “cupet” diartikan sebagai kondisi emosional yang mudah terpancing dan kurangnya kedalaman berpikir.

Mas Yus membuka topik yang sensitif namun layak didiskusikan, mengenai bunuh diri dan faktor-faktor yang memengaruhinya, khususnya pada kalangan anak muda. Kesadaran terkait pola pikir yang kurang bersandar pada agama menjadi sorotan utama. Pertemanan, cara bersosial, ketidakmampuan berkomunikasi karena kepribadian pendiam, pengaruh media sosial pada generasi modern, dan kurangnya pemahaman diri menjadi faktor-faktor yang diangkat.

Mas Hasan menyoroti gejala yang dialami oleh seseorang sehingga memutuskan melakukan tindakan yang ekstrem. Ia menyebutkan bahwa perasaan tidak ada jalan keluar dapat mendorong seseorang untuk mengambil langkah tersebut. Sementara itu, Pak Munir memberikan perspektif dari segi proses pertumbuhan seorang manusia sejak kecil, salah satu faktor proses tersebut adalah pendekatan orang tua. Menjadi teman yang pintar bagi anak, membuka saluran komunikasi, dan memberikan pemahaman pada proses dan perjuangan hidup menjadi kunci penting.

Diskusi meluas ke berbagai aspek kehidupan, seperti ilmu berumah tangga dan tips untuk memilih pasangan. Bapak Munir memberikan pemaparan mengenai keutuhan keluarga. Ia menggambarkan pasangan suami istri seperti kutub + dan – yang jika dikelola dengan baik, dapat menjadi sumber inspirasi, kelengkapan dan manfaat. Namun, jika ada konflik, dampaknya bisa seperti api yang membakar.

Dalam konteks “diri,” Bapak Munir juga menggunakan analogi tangki air yang jika bocor, tidak akan mampu memberikan manfaat. Tangki air yang luas, utuh dan tahan bocor dapat mengaliri seluruh rumah dan desa, menjadi simbol keberhasilan dalam kehidupan, yaitu tingkat kemanfaatan kepada yang lain.

Diskusi ini tidak hanya menjadi ajang untuk berbagi pemikiran, tetapi juga sebagai wadah untuk memahami masalah-masalah kompleks yang dihadapi oleh teman-teman jamaah atau masyarakat, terutama terkait kesehatan mental. Melalui dialog dan pemahaman mendalam, kita dapat bersama-sama mengatasi tantangan ini dan membangun masyarakat yang lebih baik.

Diskusi berlangsung hingga pukul 00:30 WIB, moderator menutup acara dengan membaca hamdalah bersama. Jamaah satu persatu kembali pulang menyiapkan rindu untuk dijaga hingga bulan berikutnya.

Tulisan terkait