Puji syukur kepada Tuhan, pada bulan Februari kali ini jamaah Maiyah Suluk Surakatan masih bisa duduk melingkar bersama dalam rangka sinau bareng. Meskipun kondisi negara sedang tidak baik-baik saja, tapi tidak menyurutkan niat jamaah untuk tetap bertemu dan saling menyedekahkan ilmu. Diskusi pada edisi ke 91 ini para penggiat mengambil judul “Kunang-kunang”, suatu kata agar kita semua jamaah Maiyah lebih berlapang dada dan percaya diri menghadapi keadaan yang cukup memprihatinkan.
Seperti biasa, sebelum diskusi dimulai, Alan sebagai moderator membuka sesi dengan memimpin doa untuk para marja’ Maiyah. Setelah itu, ia menyampaikan pengantar yang membahas definisi serta gambaran mengenai Kunang-kunang. Setelah tema diskusi digelar, Pak Munir menyambut mukadimah yang telah Alan paparkan, beliau menjelaskan bahwa dalam kondisi sesulit apapun, kita harus semaksimal mungkin untuk bisa ngeyem-eyem hati kita masing-masing, karena mungkin dengan cara itu rasa syukur kita akan meningkat. Beliau juga mengingatkan bahwa proses sulit yang kita alami sekarang kelak akan menjadi kenangan indah di masa yang akan datang, asal langkah yang kita jalani baik, bismillah yakin pasti akan tercapai, dan output dari tercapainya sesuatu tentunya juga perlu ikhtiar (kesungguhan), dalam pembahasan ikhtiar ini Pak Munir mentadaburi surat al-Ikhlas dalam Al-Qur’an, beliau membaca ikhlas dalam surat tersebut merupakan bahasa aplikasi atau tindakan yang tidak hanya diucapkan.
Terakhir, Pak Munir mengajak jamaah agar selalu bersemangat dalam belajar, apapun itu, beliau mengibaratkan agar kita semua harus seperti wadah yang senantiasa kita kosongkan terus menerus, menerima apapun dengan akal terbuka. Beliau menambahkan agar kita juga berguru kepada pohon, karena dia selalu membuka rezeki untuk dirinya sendiri, dalam arti: baik siang atau malam, panas maupun hujan dia selalu memanfaatkan rezeki yang telah diberi Tuhan, diterimanya semua tanpa mengeluh.
Diskusi berlanjut, masih dalam konteks semangat dalam belajar. Boim lalu bertanya kepada Pak Munir. Dalam pengamatannya dia melihat kerja-kerja kreatif dalam hal baru yang dilakukan Pak Munir yang tentunya juga membutuhkan semangat dan konsistensi, disamping umur beliau yang juga tidak lagi muda, disitu Boim merasa dirinya dan teman-temannya yang jauh lebih muda malah tidak seproduktif beliau. Gayung bersambut, Pak Munir segera menjawab apa maksud dari pertayaan Boim, “Sebenarnya agak susah juga menjawabnya harus bagaimana, pasalnya anak muda sekarang sering gage mangsa (ingin mencapai sesuatu dalam bentuk instan), perlu kesadaran untuk anak muda mengetahui durasi (rentang waktu menuju pencapaian) dan endurance (ketahanan dalam menempuh perjalanan).
Seperti halnya Indonesia hari ini, malam pun juga semakin gelap, akan tetapi diskusi yang terus mengalir membuat kita jamaah Maiyah semakin terang. Kali ini, Yasir jamaah Maiyah dari Wonogiri menanyakan pendapat kepada Pak Munir mengenai adeknya yang tiba-tiba kabur dari pondok pesantren, dan putus sekolah, sebagai kakak, Yasir khawatir adiknya akan kesulitan belajar, terutama mempelajari ilmu agama. Mendengar pertanyaan dari Yasir, Pak Munir menanggapinya dengan tertawa “Hahaha, mbuh ngopo aku kok seneng nek krungu ono bocah wegah sekolah. Sebenarnya tidak menjadi masalah jika dia berhenti sekolah. Yang terpenting jangan berhenti untuk belajar. Coba kamu praktikkan konsep angon, seperti jika kamu angon kambing atau bebek. Kalau kamu angon berarti kamu harus berada dibelakang, artinya kamu perhatikan, dan dukung apa yang menjadi kesenangan adikmu, jangan malah dikekang”.
Terakhir. Sebelum diskusi ditutup oleh moderator, Abi sebagai mahasiswa, mengeluhkan tentang dosennya yang tidak profesional ketika mengajar, “Saya itu kuliah sudah bayar mahal, tetapi dosennya jarang masuk. Walaupun kami semua dikasih nilai bagus, tapi kalau saya nggak tahu ilmunya, ya buat apa?”. Didik pun berbagi cerita mengenai pengalamannya sebagai mahasiswa dulu, dan yang sudah-sudah, “Praktik seperti itu memang lumrah, dan masif terjadi di ranah pendidikan Indonesia, tidak hanya kampusmu, mungkin semua kampus juga sama saja. Jadi, mungkin dalam hal belajar mahasiswa perlu ekstra belajar sendiri untuk tahu banyak hal.”
Waktu menunjukkan pukul 00:00, Alan selaku moderator menutup diskusi dengan mengucap syukur kepada Tuhan atas pertemuan simpul maiyah Suluk Surakartan Februari ini. Semoga kita semua mempunyai peran seperti kunang-kunang dalam gelapnya Indonesia hari ini.
(Redaksi Suluk Surakartan)