Menu Close

Filosofi Mbribik

Langit mendung sore ini titik-titik hujan menimbulkan kalang-kabut hebat di jalanan. Hujan bulan Juni, siapa yang tak merindukannya, dibalik kegersangan, kemarau panjang bau tanah basah lalu menjadi pemandangan yang romantis.

Seperti menikmati slow motion, kayuh sepeda kulambatkan pelan mencoba menangkap keriuhan kota. Ada yang mlipir di emperan, ada yang di-gas sekencang-kencangnya entah tujuannya kemana, ada ibu menutupi anaknya di pangkuannya dengan jarit ketika berboncengan dengan sang ayah, bakul bendera 17-an seperti kesurupan mengangkati jemuran puluhan bendera dan umbul-umbul. Angin yang sedikit kencang menggugurkan daun-daun trembesi yang kering, sementara pengemis didepan masjid raya tetap diposisinya.

Manusia bagi saya merupakan hologram yang unik ketika berbenturan dengan kondisi tertentu, mereka terus bereaksi terhadap apapun, dalam sebuah momentum yang sama akan timbul pola-pola yang menarik mengenai berbagai benturan yang terjadi.

Jika diperas gelombangnya sebenarnya apa yang menggerakkan manusia?

Dalam sebuah Nas Yesus mengisahkan bahwa “sebagaimana kamu inginkan diperbuat oleh orang lain kepadamu, perbuatlah itu dahulu kepada mereka”. Terminologi ini jika dilinierkan akan berbunyi  harapanmu akan orang lain akan berbanding lurus dengan sikapmu ke orang lain. Manusia sama-sama mengusahakan harapan-harapan bersama.

Jika saya ingin ditraktir mas Agung Pranawa, hal yang paling logis yang saya akan lakukan ya mentraktir dulu beliau. Dari sinilah konektifitas antar manusia bermula, singgungan akan selalu berdampak. Jika terus menerus dilakukan seperti ketika masa SMA kita belajar mbibrik cewek, hal yang kita lakukan adalah persinggungan terus menerus dimana sebuah singgungan yang canggung akan menuju titik selanjutnya. Intens.

Intensitas singgungan akan naik menuju apa yang sering diutarakan Mas Sabrang dalam berbagai maiyahan yang kita kenal sebagai belief system, sebuah tranparansi membuka diri, mulai membuka hijab-hijab basa basi, karena akan naik ke tahap penyetaraan gelombang. Dimana kalo kembali ke mbribik tadi sebagai cowok pembribik akan berusaha mengenali apa yang kira-kira mampu mengetuk pintu komunikasi sang wanita.

Mencari kesamaan adalah hal yang paling awal dilakukan karena itu modal utama intensitas. Hal yang demikian ini terjadi di hologram manusia, mereka akan berbicara dan tertarik pada sesuatu yang sama. Kalo sudah ketemu kesamaannya, akan seperti medan magnet kutub U akan ketemu kutub U, begitu juga sebaliknya. Namun tak jarang kita memalsukan apa yang sebenarnya bukan diri kita demi mencari kesamaan kutub akhirnya tinggal menunggu waktu saja penolakan akan terjadi. Bagi yang sudah ketemu kutubnya mengusahakan dan memegang nilai bersama adalah usaha selanjutnya.

Tentu akan sangat acak respon hologram ini, begitu dinamis dan terlalu sederhana memang jika diibaratkan sebuah magnet, karena ada jutaan alogaritma yang hadir di sistem hologram yang ketika berwujud berubah menjadi sikap-sikap yang berbeda tiap detiknya. Di sinilah sebenarnya komitmen diperlukan, kesamaan itulah yang akan dijadikan nilai untuk terus berjalan di kutub yang sama. Jika batas bersebrangannya semakin dalam maka tak ayal pertarungan akan terjadi antar hologram.

Salah langkah mbribik akan berakibat sangat fatal terhadap masa depan sebuah hubungan. Demikian pula kita menjaga belief system harus ada permakluman, kesabaran, menjaga jarak dan disitulah akal berfungsi memetakan segala kemungkinan. Bayangkan betapa rumitnya alogaritma hologram bernama manusia ini.j

Einstein pernah merumuskan E=mc2, lalu William Tiller menginovasinya menjadi sebuah konsep dinamai Psiko-Energi kemudian menjadi sebuah grafik Dimensi Tiller-Einstein dimana sebenarnya ada fully mirroring antara Material dan Kesadaran. Kita ada diantara dua kutub tersebut.

Ada orang-orang yang dilahirkan dengan kecenderungan dimensi material, bagi mereka energi adalah kunci sebuah percepatan pencapaian mereka akan bergerak dari satu penciptaan menuju inovasi penciptaan yang lebih dahsyat lagi. Mereka bergerak dari sebab ke akibat. Dari masa lampau ke masa depan.

Peradaban menjawab dari rumah-rumah Honai hingga Piramida Giza, semua diciptakan oleh kesadaran material, orang mampu menciptakan. Evolusi kendaraan juga menjadi pengamatan, dari kereta kuda hingga pesawat f-32 raptor yang bisa melesat melampaui kecepatan suara, namun akan berbanding lurus dengan energi yang diberikan. Energi bahan bakar dan juga berbagai aliran listrik didalam setiap panel kabinnya.

Ajaibnya saking seimbangnya dunia, paradoksal keadaan memang ada.

Dimensi Kesadaran adalah kecenderungan berikutnya gelombang adalah kuncinya, semakin sedikit energi kalor yang dibuang semakin jauh vibrasi yang dihasilkan. Energi vibrasi inilah yang Tiller sebut sebagai psiko-energi. Mereka bergerak dari masa kini ke masa lampau. Dari Akibat menuju perenungan sebab-sebab.

Petapa-petapa, filsuf, bikhu, begawan bahkan menghabiskan sedikit makanan, sedikit bergerak namun pendaran gelombang yang dia dapatkan adalah rangkuman kesadaran tersendiri, berbagai perenungan berkaca dari sebuah kejadian, hingga mengenali betul siapa diri, sampai menghilangkan diri memasrahkan diri pada Yang Berkehendak.

Disitulah yang ketika dimensi material yang modern mampu menciptakan Hardisk sebagai penyimpan memori dari sejarah entah foto atau video masa lalu, dimensi kesadaran menangkap rekaman masa lalu di memori fikiran justru untuk menciptakan ide tentang masa depan yang lebih baik.

Titik temunya ketika ide gagasan lahir dari vibrasi kesadaran, kesadaran material-lah yang akan mengusahakannya dalam wujud material. Ulang-alik dimensi begitu hebat didalam pribadi semua hologram, cuman tentukan kamu didalam kesadaran yang mana? Apakah lebih condong ke material atau kesadaran. Jika kembali ke mbibrik  tadi ternyata pengawasan pada penjagaan membersamai sebuah nilai terhadap pasangan bisa lewat teknologi, atau senjata efektif ibu-ibu kita, feeling.

Dan semakin besar jumlah hologram yang bersinggungan, akan semakin rumit untuk dipetakan. Perusahaan dan kepolisian akan punya database tentang perilaku masyarakat di sebuah Negara, namun Begawan akan mendapat wisik dari pertapaannya yang panjang karena vibrasinya melingkupi semua masyarakat dibawah kepengayomannya. Paradoks.

Terima kasih untuk Hujan dan sebuah perenungan paradoks sepasang pemuda yang duduk mesra diatas jok di pinggir toko kelontong sembari menunggu hujan reda, dari percakapan bribikan-mu lahirlah tulisan yang mungkin agak sulit dicerna dulur-dulur.

Shallom Aleichem untuk semua Hologram.

Emperan Toko Kelontong, 31 Juli 2018

Indra Agusta

Tulisan terkait