Kita semua tahu guru kita Maulana Muhammad Ainun Nadjib masih dalam pemulihan kesehatannya, dan terus membaik. Disela-sela beliau menikmati keberkahan bernama rasa sakit ditulislah tajuk Pilihan 3 Daur. Yang memberikan kebebasan bagi semua jamaah Maiyah untuk mengolahnya sesuai namanya Daur. Benar-benar wungkul- original dan sangat cair untuk diterjemahkan dengan berbagai penafsiran.
Terminonologinya ada 3 :
- Revolusi Sosial
- Revolusi Kultural
- Revolusi Spiritual
bisa sedulur JM baca di tajuk Pilihan 3 Daur.
Sebelum masuk ke tiga pilihan Daur diatas yang perlu digaris bawahi adalah latar belakang penulisan ini yang juga sudah ada ditajuk bahwa sudah ribuan kali maiyahan digelar, baik CNKK simpul maupun diskusi padat terus menerus membersamai masyarakat dari berbagai elemen hingga menghasilkan sebuah kesimpulan.
“bukan seperti ini maksud Allah menciptakan alam semesta dan manusia. Bukan yang sedang berlangsung sekarang ini yang disebut manusia, masyarakat, ummat, Negara, demokrasi, pembangunan, kemajuan, keberhasilan, sukses, kebudayaan dan peradaban.”
Dari komplikasi masalah yang ada dalam peradaban manusia ini, yang maiyah terdapat didalamnya, didalam zaman yang sebusuk-busuknya sehancur-hancurnya maka keluarlah tajuk ini. Dan opsinya hanya satu.
REVOLUSI
Tiga pilihan daur diatas tidak menggunakan kata lain selain revolution, bukan evolusi. Berarti perubahan ini harus disiapkan matang-matang, karena waktunya sudah tidak banyak, kita ditekan oleh keadaan sekaligus tekanan minimnya waktu, kesiapan, juga banyak hal ongkos-ongkos lain seperti kemampuan bertahan selama revolusi misalnya. Kawan-kawan bisa mengecek progresi sebuah revolusi bisa dari Kuba, Iran atau Revolusi Oktober atau mungkin bentuk revolusi lain. Salah satu inti dari revolusi adalah perubahan-perubahan dalam waktu cepat.
- Revolusi Sosial
Dalam teori pergerakan Internasional kita tahu pertama kali penggunaan nama revolusi sosial adalah gerakan komunisme baru yang diusung Leon Trotsky, yang kemudian kita kenal dengan nama Diktaktor Proletariat. Perubahan-perubahan besar terjadi, struktur sosial, struktur kenegaraan, aturan-aturan baku baru. Dalam teori ini tentu sudah bukan lagi “Reformasi” tapi yang dicapai harus benar-benar revolusi karena reformasi tidak menjawab masalah.
Simbah melukiskan pemikirannya bahwa jalannya Revolusi Sosial adalah berubahnya sistem manajemen bangsa dan negara secara mutlak dan total demi terwujudnya tata kenegaraan yang baru. Pelakunya tentu adalah Masyarakat Maiyah secara keseluruhan karena urgensinya menyeluruh disegala aspek dan lini hidup masyarakat maiyah dimana yang memang harus ada kebaruan dari kebusukan yang ada.
Tetapi ongkosnya harus dihitung, Komplikasi Pemerintahan Baru dan Pengorbanan Rakyat yang luar biasa.
Saya cukup yakin mbah Nun sangat mungkin bisa menggerakkan masyarakat maiyah ketitik ini, tapi permasalahannya seberapa siap maiyah? Seberapa solid simpul-simpul untuk menjadi satu komando khusus untuk melakukan perubahan radikal bagi sebuah tatanan yang busuk. Belum lagi akan ada clash di internal pemerintahan, kegoncangan yang rapat juga salah satu yang harus diwaspadai adalah pengorbanan rakyat yang tak main-main. Yang tentu akan berdampak bisa positif dan sangat bisa negatif, menambah luka baru sejarah, meningkatkan tensi permusuhan terhadap orang-orang yang berada di sisi lain dari arah tujuan perubahan.
Menurut saya pribadi, poin pertama ini belum siap untuk waktu sekarang. Dan harus banyak pertimbangan menyangkut harmonisasi dimasyarakat, dan juga untuk menghindari pengorbanan yang sia-sia bagi kalangan yang ikut terjun dalam sebuah revolusi.
- Revolusi Struktural
Jalan yang kedua untuk ditadabburi adalah Struktural. Jalan perjuangannya : Pendewasaan dan perluasan Sinau Bareng.
Pelakunya sudah barang tentu adalah masyarakat Maiyah dimanapun berada, dibidang apapun yang digeluti, di jabatan dan kekuasaan apapun yang sudah direngkuh, di segala lini massa apapun yang ditunjuk Tuhan untuk Masyarakat Maiyah kini bersemayam disitulah harus ada naik level yang tujuannya untuk mendewasakan Sinau Bareng secara simultan dan efektif.
Juga tentu adalah jalan meluaskan Sinau Bareng, ini menarik karena sudah bukan waktunya Maiyah menjadi milik maiyah sendiri supaya nanti tidak menjadi padatan, elitis seperti yang pernah Syaikh Kamba singgung. Perluasan nilai-nilai sinau bareng (sengaja bukan memakai perluasan Maiyah) karena sinau bareng akan lebih mudah menjangkau siapapun supaya turut menikmati kebersamaan, keindahan dan keintiman didalam frame maiyah, juga pewarisan nilai-nilai universal maiyah kepada semua pihak baik didalam maupun diluar maiyah tentunya lewat kegiatan bertajuk Sinau Bareng dimana tidak ada yang menggurui maupun digurui, semua dijalankan bersama-sama.
Bentuk perluasannya mungkin akan sangat cair, terserah kepada dimana masyarakat maiyah hidup, tak perlu bernama simpul, atau lingkar maiyah tetapi bisa berwujud apapun bisa bekerja sama dengan lintas sektoral, lintas organisasi, lintas pertemuan supaya benar-benar bisa lebih lagi mengharmoniskan semua pihak, sekaligus menjadi gerakan penyadaran semua pihak bahwa ada yang “tidak beres” dari keadaaan akhir-akhir ini.
Hingga akibatnya dimasa mendatang adalah upaya maksimalitas penyadaran, yang mungkin bisa naik ke Revolusi Sosial. Meski harus peka juga kapan harus, kapan belum dst.
Bisyaroh, upah, ongkos atau yang harus dikorbankan dari jalan kedua ini adalah Waktu. Kita tidak pernah benar-benar tahu kapan revolusi jenis ini akan efektif, 10 tahun? 20 tahun? 30 tahun? Atau kapan. Jalan kedua ini yang bagi saya pribadi adalah Rakaat Panjang, sebuah perjuangan panjang dalam mewujudkan sebuah idealitas dari nilai-nilai yang ada di Maiyah, Islam tentu sebagai pilar utama dari perjuangan ini.
- Revolusi Spiritual
Jalan ketiga ini adalah jalan lain yang mengharuskan kesiapan batin, laku spiritual, pen-layak-an diri supaya Allah tidak tega. Kemudian terjadilah mujizat-mujizat yang karena sudah berada pada titik paling busuk ini, kiranya Gusti Allah berkenan untuk menghardik, menghukum dan mengubah telak keadaan ini dengan caranya Gusti.
Caranya tentu harus memaksimalkan tirakat, laku, puasa, taqwa, waspada, dan tentunya sabar untuk menunggu kapan Gusti mau “tidak tega” kepada umat-Nya, yang terus menerus memohon untuk disegerakan perubahan-perubahan supaya tidak terjadi kehancuran total pada negeri yang sama-sama kita cintai.
Ketiganya adalah jalan yang pelaku utamanya adalah masyarakat Maiyah, bagi saya pribadi saya memilih opsi kedua, karena opsi pertama cenderung berbahaya dan untuk saat ini akan terlalu banyak friksi terjadi, banyak harga yang harus dibayar, sementara untuk jalan ketiga saya dengan senang hati akan berusaha menjalankannya meskipun menyadari diri juga jauh dari “layak” namun kita terus berupaya mengusahakan sebaik-baiknya.
Semoga apa yang kita upayakan ini menjadi jalan terang benderang untuk kebaikan masyarakat Maiyah dan semua yang pernah bersinggungan dengan Masyarakat Maiyah dimanapun, kiranya terus menjadi ladang kebermanfaatan dan pengabdian sebagai mahkluk penjaga keseimbangan dan untuk terus menerus rendah hati bahwa segala upaya ada Ajalnya, ada momentumnya, semoga Tuhan terus memberkati jalan-jalan perubahan yang ditempuh anak-anak maiyah.
Sragen, 25 November 2019
Indra Agusta