Menu Close

Jangan Pernah Meninggalkan Rumah

Rumah secara jasadiyah sebagaimana terlihat dengan syarat umum, pemilik, orangtua, atau yang dituakan dan dikelilingi anak anaknya.

Pada proses dan pertumbuhan seiring waktu, bisa jadi anak anaknya berkembang baik dan mulai berkegiatan diluar rumah. Atau, perkembangan alami lainya, ada satu dua anak anaknya yg memiliki pandangan lain yang berhubungah dengan cara pandang orangtuanya, atau hal lain sejenis. Secara fisik mungkin bisa saja harus berpisah rumah artinya, secara fisik pula dan mungkin komunikasinya pun tidak seperti lainya yang masih satu rumah.

Akan tetapi, sebagaimana pada umumnya, sesuatu yang sangat dijaga pada umumnya di budaya budaya timur adalah “mendem jero mikul duwur”, atau ketinggian etika akhlaq menghormati sesepuh/orangtua dengan tidak bertindak diluar lingkaran etika, lepas apapun masalahnya.

Sejauh beda pandangan apapun, kenyataan sejarah adanya anak adalah terjadi karena kedua orangtuanya, demikian pula jika bukan anak biologis, bisa jadi anak ideologis, anak ekonomis, atau apapun istilahnya yg menggambarkan adanya sebuah proses kejadian sangkan paran dumadi adanya akibat adalah anak dari induk sebab. Maka ada ungkapan ” Jangan pernah tinggalkan Rumah”, jangan lupa pada suatu proses yg “melahirkan”.

Tuhan sendiri mewanti-wanti “jika pun orangtua mengajak kepada penyekutuan Tuhan”, managemen resiko diluar kendali yang berawal dari lepas kontrol atas etika tetap digaris bawahi oleh Tuhan dengan tetap lemah lembut dan menjauhi statemen-statemen keras yangg diamsalkan dg “uff”.

Bisa jadi kita secara fisik harus meninggalkan Rumah dengan sebab bisa jadi bebeberapa saudara kita dengan keterbatasannya menghasilkan ketidak cerdasan tetapi bukan berarti otomatis menyeret Rumah sebagai simbol besar kebudayaan baik dan kita besar disana ikut terseret ketidak cocokan kita, bisa jadi mengapa Tuhan menggarisbawahi ” menjaga ketat ” hubungan ranah etika, karena orangtua tidak bisa dipisahkan dengan ruang bernama Rumah, karena rumah tidak sekedar numpang ngeyup. Rumah, Keraton, Wisma, adalah titik dimana sebuah denyut magnet budaya baru berkembang yg tidak menutup kemungkinan disana Tuhan meletakan perubahan, entah skala kecil atau besar.

Perkembangan kemajuan sesat modernisasi antara lain dapat dilihat bagaimana kita sangat gugup, gagap, rabun, samar membedakan bagian dan kesatuan, pada satu layer bagian adalah komponen kesatuan, akan tetapi pada saat lain harus presisi melihat bahwa bagian adalah ” pisahan” yg tidak serta merta presentasi dari sebuah kesatuan..

Oleh: As’ad Munir

Tulisan terkait