Bersyukurlah anda kalau menjadi orang Jawa dan beruntunglah anda jika menjadi orang Jawa dan Islam. Orang Jawa adalah manusia unggul dan Islam melengkapi-menyempurnakan keunggulan tersebut. Keunggulan manusia Jawa bisa kita lihat dari berbagai segi dan aspek. Yang pertama misalkan dari segi tekhnologi. Pada zaman Syailendra (masa kerajaan Budha), manusia Jawa telah berkarya dengan metode arsitektur tingkat tinggi dalam membangun candi Borobudur.
Bagaimana caranya, batu-batu yang berat dan banyak jumlahnya bisa disusun rapi sedemikian rupa. Bahkan disetiap batu, terpahat beraneka ragam gambar-relief dan tulisan-tulisan yang merupakan simbol atau semacam diorama yang mengandung kisah/cerita didalamnya. Terlepas dari mitos bahwa candi Borobudur dibangun oleh “tangan gaib”, tapi paling tidak kita bisa meraba bahwa manusia Jawa pada masa itu telah memiliki daya imajinasi yang tinggi dan menakjubkan.
Kedua, kita juga bisa melihat keunggulan manusia Jawa dari segi kesenian/ kebudayaan. Salah satunya adalah seni wayang kulit. Tidak sembarang orang bisa membikin wayang kulit. Artinya pembuat wayang mesti mempunyai keahlian khusus dalam merancang, mengukir, dan membentuk satu tokoh dalam pewayangan. Untuk menjadi ahli harus meguru, sinau, belajar secara continue kepada sang Empu, dan itu memakan waktu yang tidak sebentar melainkan bertahun-tahun bahkan mungkin seumur hidup. Tidak hanya itu, terdapat juga semacam ritual atau “lelaku” yang mesti dijalani oleh seorang pengrajin wayang kulit. Sebab, setiap ukiran-corak-bentuk juga warna pada wayang memiliki makna dan karakter yang berbeda-beda. Sehingga akan menghasilkan karya wayang yang epic dan sesuai kebutuhan. Dan kita selaku orang awam, akan dengan mudah mengetahui setiap tokoh pewayangan berdasarkan bentuk dan coraknya. Kalau bibirnya merah, badan dan bokongnya besar ia adalah Semar. Jika hidungnya mancung, perawakannya gagah tentu ia sang Arjuna. Dan bila badannya lencir, parasnya ayu sudah pasti ia seorang Sinta. Wayang kulit menjadi bukti bahwa manusia Jawa memiliki kreatifitas dan citarasa seni yang teramat tinggi.
Berikutnya, dipandang dari sisi ilmu sosial kemasyarakatan. Bahwa keunggulan manusia Jawa bisa kita temui pada filosofi kehidupan sehari-hari. Dimana orang Jawa dikenal berbudi pekerti luhur, pribadi yang ngerti unggah-ungguh serta masyarakat yang guyub-rukun. Istilah atau idiom tersebut lahir dari pemikiran-pemikiran bijak para leluhur kita dulu (raja, wali, tokoh pahlawan). Maka orang Jawa sangat kaya akan peribahasa/ parikan/ sanepan yang penuh muatan spiritual. Hal ini menjadi satu bukti lagi akan kecerdasan fikir dan keunggulan manusia Jawa.
Peradaban ini telah berlangsung sebelum ajaran islam masuk ke bumi Jawa/ Nusantara. Maka diatas disampaikan, kenapa kita mesti bersyukur menjadi orang Jawa dan kita tambah beruntung jika menjadi orang Jawa dan Islam. Ibarat Jawa adalah tumbu, maka Islam menjadi tutupnya. TUMBU KETEMU TUTUP adalah filosofi asli orang Jawa. Tumbu adalah wadah nasi yang terbuat dari anyaman bambu. Agar nasi tidak mambu atau dirubung laler maka harus ditutup-dilindungi. Agar Jawa (nasi) menjadi aman dan terjaga maka Islam hadir untuk menutup- menjaga, melindungi dan mengayominya.
Banyak sekali filosofi Jawa yang juga tercantum di dalam kitab Alqur’an dan hadist. Contoh yang pertama adalah peribahasa :
“Becik ketitik Ala ketara” – (Yang baik akan terlihat, yang jahat pun akan terbongkar).
Ungkapan tersebut ditegaskan pula oleh Allah pada Surat Az Zalzalah ayat 7 & 8, yang artinya ; Barangsiapa berbuat kebaikan sebesar biji zarrah (sawi)/maka ia akan melihat balasannya dan siapa berbuat kejahatan sebesar biji zarrah maka ia juga akan mendapatkan balasan-nya.
Contoh lain yaitu kata bijak :
“Narimo ing pandum” (Menerima/ mensyukuri segala ketentuan dan pemberian Tuhan).
Ungkapan tersebut sangat relevan dengan makna dari surat Ibrahim ayat 7 ;
“Lain syakartum laazidannakum walaing kafartum inna ‘adzabi laa syadid.”
Artinya : Barangsiapa bersyukur atas nikmat-Ku, maka Aku akan tambahkan nikmat kepadamu.
Ada juga wejangan yang berasal dari salah satu Walisongo yaitu Kanjeng Sunan Kalijaga. Beliau berpesan :
“Dadio wong sing migunani tumraping liyan.”- (jadilah orang yang berguna untuk orang lain).
Hal ini selaras dan senada dengan sabda Baginda Nabi Muhammad SAW :
“Khoirunnas Anfauhum linnas” (Sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat bagi sesama manusia).
Peradaban manusia Jawa begitu unggul, dan Islam datang untuk menyempurnakan-nya. Bersyukur menjadi orang Jawa dan beruntung menjadi orang Jawa yang islam. Yang setia menebarkan kasih-sayang demi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
MERDEKA!
MERDEKAAA!!!
Agustus 2017
Muhammadona Setiawan