Seiring perkembangan teknologi informasi yang super canggih, setiap pengajian maiyahan bisa dinikmati melalui media sosial. Live streaming atau tayangan ulang. Di salah satu stasiun TV pun juga ada yang menayangkan ulang pengajian Cak Nun dan Kiai Kanjeng. Kemudahan akses informasi tersebut memudahkan bagi masyarakat yang tidak bisa hadir ke lokasi pengajian dan bertatap muka langsung dengan Cak Nun dan Kiai Kanjeng. Sebenarnya, jamaah yang hadir ke lokasi pengajian belum tentu dapat melihat langsung panggung pengajian dan pembicaranya karena jamaah yang sangatbanyak serta tempat yang tidak mencukupi.
Atas dasar langsung dan tidak langsung jamaah maiyah dalam mengikuti pengajian, serta penggunaan media sosial agar dapat menampung aliran air dari mata air maiyah, kok rasa-rasanya saya ingin membahas mengenai Maiyah millennial. Jamaah maiyah yang gandrung akan penggunaan teknologi informasi dengan segala bentuk kreativitasnya dan lahir di era serba modern.
Di dalam buku Maiyah di dalam Al-Qur,an, karya Ahmad Fuad Effeny atau akrab disapa Cak Fuad, dijelaskan bahwa maiyah adalah kebersamaan dua pihak dalam ruang, waktu, atau keadaan tertentu. Maiyah juga berarti kebersamaan yang menyiratkan makna penjagaan, perlindungan, pertolongan, dan pengawasan. Maiyah juga identik dari pengajian Cak Nun dan Kiai Kanjeng. Jamaahnya terkenal dengan sebutan Je-eM(Jamaah Maiyah). Tetapi, terlepas dari identitas itu, faktanya forum-forum maiyahan dapat merangkul dan menerima dengan penuh rasa cinta semua kalangan, baik dari kalangan pejabat, mahasiswa, masyarakat di desa-desa, serta banyak dari kalangan pemuda atau generasi millenial yang ikut dalam forum maiyahan. Jika diamati, pengajian rutin maiyah yang sudah dilaksanakan di beberapa daerah lebih banyak dihadiri oleh generasi pemuda dibanding dengan pengajian yang dikonsep dalam bentuk sinau bareng, atau tadabbur bersama Cak Nun dan Kiai Kanjeng. Namun, tidak menghilangkan rasa kebersamaan yang menjadi ruh dalam setiap pengajian.
Kecanggihan tekhnologi informasi membuat ruang menjadi semakin luas, walaupun tidak bisa bertatap muka secara langsung dan menikmati suasana di saat pengajian berlangsung. Air dari mata air maiyah dapat mengalir ke manapun, dan dalam waktu yang cepat berkat media sosial dan akses internet. Selain itu, di forum maiyahan tidak hanya membahas persoalan agama seperti pengajian pada umumnya, tetapi lebih menitik beratkan pada kesadaran berpikir dan ikhlas dalam menghadapi pelbagai problem kehidupan yang meliputi, sosial, ekonomi, politik, hukum, bahkan permasalahan pribadi yang dialami oleh jamaah bisa untuk dikaji dan ditadabburi bersama. Sehingga, generasi millennial yang sedang haus akan pengetahuan dan membutuhkan charge ilmu agama berbondong-bondong hadir dalam forum maiyah. Bahkan, banyak yang menjadi jamaah maiyah yang militan atas hidayah dari Allah, dan mempunyai karakter serta cara pandang tersendiri.
Di dalam jamaah maiyah terdiri dari berbagai generasi. Dari generasi Baby Boomer, seperti Cak Nun dan beberapa personil Kiai Kanjeng, sampai generasi Z. Generasi millennial yang lahir tahun 1981-2000 sepertinya menjadi generasi yang sangat potensial dan mayoritas di tubuh jamaah maiyah. Kecanduan akan media sosial dan gadget lebih dialami oleh generasi milenial daripada generasi sebelumnya. Tidak heran jika di dunia maya sudah banyak air-air maiyah bertebaran di mana-mana, bahkan sampai ke media komunikasi seperti Whatsapp. Peran Je-eM Millenial sangat penting di ruang tersebut karena zaman memang sudah beralih ke era informasi. Seringkali saya melihat hastag #kenduricinta di twitter masuk dalam trending topic. Itu adalah salah satu bukti bahwa jamaah maiyah sudah mempunyai orientasi dan kesadaran untuk mensyukuri anugrah dari Allah berupa gadget dan koneksi internet. Banyak juga grup-grup di Facebook yang dibuat dan beranggotakan jamaah maiyah untuk kebermanfaatan bersama, grup jual-beli misalnya. Selain itu, setiap daerah kebanyakan sudah mempunyai grup-grup maiyah di Whatsapp karena cenderung mudah digunakan dan efektif.
Generasi millennial adalah aset berharga untuk menentukan masa depan bangsa. Mengingat perkiraan akan terjadinya bonus demografi di rentang tahun 2020-2030. Menurut data dari Badan Pusat Statistik di tahun 2013, jumlah generasi millennial di tahun 2015 diperkirakan mencapai 33% dari total jumlah penduduk Indonesia. Di tahun 2020, diperkirakan jumlah penduduk usia produktif mencapai 67,7% dari total penduduk di Indonesia. Dari total penduduk usia produktif, 46% merupakan generasi millennial, 41% generasi X dan 12&% generasi Z. Potensi tersebut bukan berarti di masa depan akan berdampak baik. Bisa saja berdampak buruk jika tidak ada persiapan yang dilakukan oleh generasi millennial dan kebijakan dari pemerintah.
Je-eM Millenial mempunyai pengaruh besar terhadap generasi millennial pada umumnya. Walaupun saya belum menemukan penelitian soal prosentase jumlah Je-eM Millennial dan analisa pengaruhnya, saya pikir setiap pengajian yang dihadiri oleh ribuan jamaah yang didominasi generasi millennial adalah bukti bahwa Je-eM millennial adalah tonggak perubahan masa depan bangsa yang lebih baik. Generasi yang sudah biasa survive serta mempunyai jiwa solidaritas tinggi. Sehingga akan merasakan sebuah keadaan yang sama di mana dunia sudah memandang sebelah mata akan potensi-potensinya.
Surakarta, 13 November 2017
Muhammad Athar Fuadi
Jamaah Maiyah Boyolali