Menu Close

Gerbang Zaman Baru

Geliat perubahan jaman dibarengi dengan pertarungan politik semakin terasa getarnya. Di sudut-sudut desa riuhnya perkumpulan, konsentrasi massa mulai dicetak menuju rangkaian gerbong dalangnya. Manusia-manusia itu diagitasi, diprovokasi, demi sebuah pencapaian yang gemilang. Lalu polarisasi tercipta, namun kemenangannya untuk siapa?

Di zona luarnya semakin terasa arus pembangunan dan investasi semakin tak keruan ujungnya. Kasus demi kasus korupsi merebak mewarnai layar televisi kita hari-hari ini. Pantaskah kita bertanya kembali sebenarnya kemajuan untuk siapa? Untuk apa? Apakah benar pembangunan yang digadang-gadang ini adalah yang dibutuhkan masyarakat?

Arus laut dari Utara terus mengancam, angkanya dari sektor pekerja terus naik tiap tahun, juga wisatawan yang tinggal di negeri semakin tinggi traffic­-nya. Ini jaman mau digiring kemana, anak-anak kita terus dijejali game online, trending dance dan music, yang juga semuanya dari utara.

Guruku berkata, barat sebentar lagi akan redup, dan negeri akan makmur, namun bukan kita yang menguasai melainkan arus besar dari utara. Namun dengan apakah membendung arus derasnya, sementara kerannya terus dibuka oleh senopati-senopati palsu negeri. Kawula yang butuh masuk pondok sehat saja harus menunggu beberapa hari, ini mereka maksimal 2 hari diperbolehkan senopati bekerja disini.

Seberapa siap negeri menerimanya, atau terkhusus saudaraku maiyah seberapa kuat menghadapinya. Kuda-kuda harus dipasang sekarang, kuncinya sudah diberikan Sang Guru temukan thariqat, minat, bakat, dan Jadilah Ahli. Tinggal bagaimana kita menafsirkan dan mengapresiasi mutiara sang guru.

Arus informasi juga tak kalah derasnya, setiap detik selalu ada informasi baru yang tak kalah perlu lebih jeli dalam mengenalinya, juga tuntutan mutlak untuk saudaraku Maiyah supaya lebih tenang dalam menyikapi berbagai keadaan kedepan, setiap lini pasti akan diserang untuk diarahkan dalam kontestasi dukung mendukung yang tentu tak kalah sengit dengan pertandingan bola akhir-akhir ini.

Sisi lainnya adalah budaya Talbis  akan dibuka kembali  krannya dengan maksud tujuan untuk mendukung, menolak calon tertentu yang sangat mungkin akan bersinggungan dengan rutinitas kehidupan kita juga harus kita waspadai.

Dialektika Ketakutan

Masalah yang akhir-akhir ini timbul tentunya adalah dialektika ketakutan. Massa semakin agresif, dalam kumpulan pendapat berbeda sangat bisa jadi bahan keroyokan dan bualan mereka yang menguasai mayoritas. Atau kasus hashtag yang bisa menimbulkan persekusi berat di media sosial. Diktator Mayoritas ini berbahaya untuk masa depan negara, ketakutan dan teror bagi siapapun yang anti kubu tertentu hanya akan menambah jurang polarisasi kubu, jika semakin memanas outputnya bisa menjadi bentrok bahkan kekacauan yang menimbulkan luka sejarah. Seberapa siap ?

Ketidaksiapan dengan perbedaan, malasnya berfikir, rasialis, dan gampang terprovokasi seperti borok  yang menahun. Akhirnya jika penindasan terhadap pikiran minor hanya berbuntut rerasan dan diakhiri dengan cemooh, ya jangan berharap ada pemikiran dan penemuan baru. Apalagi presiden baru?

Bagaimana mau membuat rumah kuat, sementara membangunnya dari pondasi yang bobrok? Padahal jika kita paham realitasnya, pondasi yang bobrok ini terus menerus dipakai caranya, black campaign, money campaign, agitasi massa, polarisasi, bagaimana masa depan negara jika terus menerus kita ikut diam dengan pondasi sekarang, ditambah lagi dengan teror-teror keberpihakan.

Soal fiksi dan fiktif saja kita begitu hangat, belum lagi peringatan may day hanya digiring menuju percaturan politik, esensi memperjuangkan buruh akhirnya menjadi slogan-slogan yang ditunggangi mereka para calon perebut kursi raja.  Dan di akhirnya kita tahu syarikat buruh terbelah satu mendukung A satu mendukung B.  Lalu siapa yang memperjuangkan nasib buruh? Pengangguran? Gaji rendah, serta kemlaratan seantero negeri? Harus percaya bualan lagi?. Kita sebagai rakyat juga begitu gampang digiring sepersekian derajat saja dari tujuan awal sebuah pergerakan akhirnya muspro nir-pencapaian.

Selamat berjernih-pikir saudaraku, dizaman penuh citra, penuh rekayasa dari alam berpikir sampai struktural kenegaraan. Juga guna memahami kedatangan revolusi besar 4.0 dimana, kenali gelombangnya, kenali perkembangan keadaan dan berbagai transformasi teknologinya, yang terpenting kenali betul titik-titik dimana jangan justru menjadi korban dari revolusi tersebut, jangan sampai tergilas, kuncinya sama sudah dipaparkan Sang Guru tinggal mutiara airnya mau dikemas menjadi wedang  atau air mineral, tergantung bagaimana kita membawanya.

“Begitulah pengetahuan ilmu, pandangan hidup, peta politik, nilai-nilai kebudayaan dan peradaban saat ini: bergelimang talbis.

Namun semua itu berada diujung jalan, kemudian beralih ke Zaman Baru. Anak-anak saya harus menjadi bagian dari fajar terbitnya Matahari Peradaban Baru. “ (EAN, di buku Kiai Hologram)

 

Sragen, 2 Mei 2018

Indra Agusta

Tulisan terkait