Ada yang berbeda ketika saya datang di agenda internalisasi rutin. Jika biasanya jam sembilan malam, agenda sinau bareng ngonceki bab urip itu biasanya baru dimulai, ternyata sejak jam setengah delapan lampu aula Rumah Maiyah Suluk Surakartan sudah terang benderang. Rupanya sedulur-sedulur Nahdlatul Muhammadiyyin hadir jauh-jauh dari Yogyakarta. Mas Harianto dan rekan-rekannya menyapa kami dengan sumringah.
Jadilah pertemuan malam itu menjadi berbeda dari biasanya. Jika selama ini, diskusi yang berlangsung lebih mengarah kepada urusan-urusan riil menyangkut dinamika yang dihadapi para jamaah yang hadir, malam ini pembahasan yang terjadi lebih luas, terutama menyangkut kuda-kuda yang harus disiapkan sebagai jamaah maiyah dalam menghadapi masa depan. Dengan dipimpin oleh Wasis selaku komandan penggiat Suluk Surakartan, diskusi berlangsung secara cair.
Meskipun sebenarnya yang didiskusikan adalah hal-hal yang sangat penting, tetapi semuanya berjalan santai dan penuh canda. Pak Munir Asad, sesepuh Suluk Surakartan mengurai beberapa amsal untuk menjadi bahan tadabbur, di antaranya soal konsep nikah dan zina dalam berbagai interaksi kehidupan, belajar secara utuh kepada pohon, kawanan semut dan lebah, serta memahami berbagai metode mem-breakdown sebuah sumber energi agar terdistribusi secara bermanfaat kepada para penggunanya.
Para peserta, terutama sedulur-sedulur Nahdlatul Muhammadiyyin merespon dengan menguraikan beberapa kegelisahan yang mereka rasakan. Terjadilah saling respon dari para peserta sambil disertai berbagai banyolan khas jamaah maiyah, sehingga majelis tersebut diselingi gelak tawa. Pada akhirnya, semua hadirin mensyukuri bahwa nikmat persaudaraan yang terjadi dalam maiyah adalah sesuatu yang perlu untuk senantiasa dipupuk. Selain itu, masyarakat maiyah sudah saatnya berkomitmen untuk berdikari dengan membangun pondasi perekonomian yang lurus.
Tanpa terasa, perjumpaan yang hangat itu telah berjalan hampir enam jam. Mengingat esok paginya adalah hari aktif, maka internalisasi dicukupkan. Para jamaah saling bersalaman dan berpelukan. Menandai kehangatan persaudaraan sesama manusia. Semoga silaturahim yang baik semacam ini terus berlanjut. (Yuli Ardika Prihatama)